Sepulang dari rumah sakit, hari masih terang.
Gue diajak Ivan makan siang.
Ini sebetulnya hanya makan siang bersama yg sering kita lakukan.
Hanya kali ini rasanya berbeda karena gue sudah menerima dia, artinya kita resmi sebagai pasangan.
“Ok, saya pesan menu couple ini.”
Suara Ivan terdengar mantap akan pilihannya.
Kemudian Ivan memandang gue dengan penuh kasih sayang.
“Akhirnya bisa pesan menu couple sama Yaya.”
Gue malu, pipi gue merah.
Soalnya pelayannya ada di sebelah gue.
“Yaya mau apa lagi? Makan harus banyak, biar agak empuk klo dipeluk.”
Ivan sih dengan cuek membuka2 buku menu, ga ada malunya.
“Ga usa, ga ada, ga perlu. Uda itu aja, Mbak.”
Gue buru2 meng’usir’ mbak yg mesem2 liat couple yg baru jadi semalam ini.
Huhuhu…
“Ivan, apa bole bicara serius?”
Sambil menunggu makanan, gue berencana menanyakan hal yg serius.
“Tentu bole Yaya.”
Ivan segera meletakkan buku menu, menatap mata n memegang tangan gue.
“Apa soal menikah?”
“Bukan!”
Gue takjub betapa jauh pandangannya.
“Ini soal…gue mau tau, apa yg bikin Ivan suka sama gue?”
“Karena Yaya manis.”
“Yg bener.”
“Bener kok, Yaya manis.”
“Ivan.”
Mata gue uda menatap tajam sebagai peringatan.
“Ok, ok, serius ya. Panjang sih. Yakin mau di sini?”
Ivan menahan senyumnya melihat ekspresi gue.
Apa tatapan gue ga serem ya…
“Emang sepanjang apa?”
“Hmm…ceritanya panjang.”
“Dipersingkat bisa?”
“Klo singkatnya, suatu kali gue sadar Yaya itu manis.”
“Van, yg bener…”
“Bener.”
“Ya uda, utk panjangnya?”
“Hmm…panjangnya, perlu dibicarakan empat mata.”
Tatapan penuh arti yg mencurigakan.
Gue kesel!
Ivan yg menyadarin mood gue turun, segera mencoba memperbaiki keadaan.
“Yaya, jangan marah.”
“Hmm…gue suka cara kita berinteraksi.”
“Empati Yaya tinggi, tiap kali kita berantem, Yaya tau kapan harus menanggapi bercanda, kapan harus serius.”
“Van, jadi loe seneng pas kita berantem?”
“Berantem sama Yaya itu hiburan buat gue.”
Ivan menjawab dengan yakin n tersenyum lebar.
Jadi yg bikin Ivan suka karena dia menikmati momen berantem kita?!
Apa gue terlalu berharap??
Melihat gue menatapnya kesal.
Nada Ivan menjadi serius n dia menatap gue dalam2.
“Yaya tau ga? Cuman di depan Yaya, gue bisa bener2 tampil apa adanya.”
Ivan jarang seserius ini.
Saat itu makanan datang, pembicaraan kami terhenti.
Huh pengganggu…
Di depan publik untungnya Ivan ga terlalu menempel2, dia masih menjaga kesopanan.
Yg berbahaya hanya saat kami berdua aja.
Hari sudah sore saat kami sampe di rumah.
“Ya, mandi yuk.”
Bisik Ivan di telinga gue yg sensitif ini.
“Apaan ada ‘yuk’. Ini gue mau mandi sendiri. Jangan diikutin.”
Telinga gue pasti merah.
Gue buru2 ambil handuk n baju ganti, lari masuk kamar mandi n kunci.
Yes, selamat!
Di kamar Ivan n Om Adi ada kamar mandi, mereka bisa mandi di dalam.
Sedangkan gue kan di kamar tamu, ga ada kamar mandi dalam.
Klo mau mandi, ya harus ikut yg di kamar mandi Ivan yg paling dekat.
Kamar mandi luar dekat kamar gue, kamar mandi kering, hanya closet n wastafel, ga ada shower air panasnya.
Selesai mandi, gue mastiin penampilan sudah oke.
Gue kan baru jadian ya, ada rasa pengen tampil oke depan pacar.
Habis memastikan rambut oke, gue keluar.
Begitu buka pintu, gue liat Ivan lagi tiduran di atas ranjang.
Matanya merem, apa ketiduran?
Ah bagusss!
Gue bisa ngegame di kamar sekarang.
Mumpung baru jam 5 hohoho!
Gue jalan sepelan mungkin.
Begitu dekat pintu.
“Yaya, uda? Aduh, Om ketiduran.”
Suaranya ga kayak orang bangun tidur yg serak2 begitu, mencurigakan!
Apalagi klo uda sebut2 om!
“Yaya…ini tolong pijetin punggung Om, dong. Pegel.”
Suara malas manja Ivan terdengar dari belakang gue.
Gue nyerah.
Mau apa sih dia?!
Pas gue balik, gue liat Ivan pelan2 membuka tshirtnya seperti adegan dalam film erotis.
Di depan tatapan gue, dia bertelanjang dada.
Gue kayaknya aga menganga ngeliatnya.
Napas gue ketahan.
Mata gue ga bisa lepas dari Ivan.
Dari dadanya yg bidang, lekukan ototnya yg indah n berkesan kuat, perutnya yg kotak2.
Seperti apa rasanya membelainya?
No!
“Yaya.”
“Sini.”
Suaranya rendah n seksi memanggil gue dengan mesra.
Gue meremas handuk n baju siang gue.
Balik badan! Buka pintu! KABURRR!
Samar2 gue denger suara Ivan ketawa!
Gue dipermainkan!
Gue kabur ke kamar gue.
Gue kunci dari dalam supaya Ivan ga bisa masuk.
Berkali2 dia minta maaf uda godain gue tapi gue ga bergeming.
Huh beraninya godain anak kecil yg berhati polos ini!
Rasain hohoho!
Lagian gue jadi bisa ngegame ga digangguin hohoho!
Sampe jam makan malam, gue baru keluar makan lalu cepat2 balik ke kamar lagi sebelum ketangkep Ivan.
Di depan Om Adi, Ivan ga berani macam2.
Gue tuh ga berani masukin dia ke kamar, sudah berkali2 ada kejadian di mana gue ga bisa menolak ajakannya.
Jadi mungkin ini yg terbaik utk menangkal godaan.
Setelah makan malam, Ivan ga kembali ke kamar, gue ga tau dia ngapain.
Tapi dia berhenti ngebujukin gue keluar.
Gue juga ga dengar pintu kamarnya dibuka tutup.
Kemungkinan dia ga ada di sekitar sini.
Sampe malam saat gue mau tidur, ga kedengeran ada aktivitas di kamar sebelah.
Diem2 gue keluar, sekalian mau ambil minum n sikat gigi.
Hening.
Gue turun ke bawah.
Ga ada orang sama sekali.
Gue iseng ke garasi utk intip.
Mobil Ivan ga ada.
Ini sudah malam, malam minggu pula, dia pergi ke mana?
Sesaat gue merasa kehilangan.
Tapi karena sudah malam, gue memutuskan tidur aja.
Keesokan harinya gue bangun pagi.
Saat gue mau turun, dari celah pintu kamar Ivan masih gelap.
Biasanya tiap kali gue mau breakfast, kamarnya sudah terbuka n terang.
Di bawah gue bertemu Om Adi.
“Selamat pagi Om.”
“Pagi Ilya.”
Kami makan dalam damai tanpa intervensi Ivan.
“Ivan belum bangun?”
Selesai makan, Om Adi bertanya pada gue.
“Tadi sebelum turun, sepertinya kamarnya gelap, mungkin belum Om.”
Gue hanya bisa menyampaikan asumsi gue.
“Anak itu. Pasti semalam pergi sama temen2nya sampe subuh.”
Om Adi mau siap2 utk mampir ke rumah sakit utk melihat bokap.
Gue memutuskan ikut Om Adi karena kemarin ga ketemu bokap yg tidur, siapatau hari ini dia bangun.
Sesampainya di rumah sakit, ternyata bokap emang lagi sadar.
Dia tampak segar ditemani nyokap yg hari ini akan keluar.
Nyokap juga tampak ceria.
Saat ngeliat Om Adi, bokap langsung semangat ngobrol n bercanda dengan Om Adi.
Om Adi pun tampak sangat senang, dia sangat perhatian sama bokap.
Gue senang sekali, gue berharap bokap bisa seperti ini terus n membaik.
Saat mereka sedang ngobrol.
HP gue bunyi.
Ternyata Ivan telepon.
“Yaya?”
“Iya?”
“Yaya di mana? Jenguk Om Dani ma papa?”
“Iya. Ini juga nungguin Kak Alice jemput nyokap.”
“Oh iya, Tante Diana hari ini bisa keluar.” “Hmm…gue telat bangun…sorry Yaya.”
“Ga apa, gue pergi ma Om Adi. Ini pas bokap bangun.”
Gue senang bisa liat bokap baikan n nyokap bisa pulang hari ini.
“Yaya, masih lama di sana?”
“Iya, kenapa?”
Hari ini karena nyokap keluar dari rumah sakit jadi gue nunggu kakak gue ke sini utk bawa nyokap pulang.
“Mau ajak Yaya main kan hari Minggu.”
“Oh.”
“Main apa?”
“Lunch atau kencan misalnya.”
“K-ken..”
Untung bokap n nyokap masih sibuk ma Om Adi.
Gue buru2 keluar.
“Yaya?”
“Sorry tadi keluar dulu.”
“Jadi gimana?”
“Itu. Bole.”
Gue masih malu2.
“Ok Yaya, nanti jam 12 gue ke sana ya.”
“Ok.”
Suara gue kecil kayak nyamuk.
Hati gue lompat2.
Pertama kali dijemput pacar utk KENCAN!!!
Comment