Hate-To-Love (Mxb 21+) Chapter 15 : Friends

All chapters are in Hate-To-Love (Mxb 21+)
A+ A-

Malam itu unboxingnya ga berhasil kok.
Gue bener2 ketakutan liat Ivan mendadak agresif.
Mungkin karena akhir2 ini dia menahan diri.
Jadi tanpa sadar, gue nangis.

Bukan cengeng, kan gue juga masih masa berkabung, belum 2 bulan.
Hati gue masih rapuh. Uhuk!

Semenjak bokap ga ada, Ivan ga terlalu banyak bercandain gue.
Gue jadi terbiasa dibaik2in.
Gombalnya juga ga sevulgar dulu.

Intinya Ivan jadi sesuai umurnya.
Lebih dewasa.

Apa jadi lebih sesuai selera gue?
Jujurnya?

Engga.

Gue ada kangen Ivan yg lebih bebas.
Meski kemarin ini gue sempet syok waktu dia tau2 lepas kandang terus mau unboxing gue.
Tapi itulah seharusnya naturenya dia.
Slengean n mesum.

Yg sekarang ini, yg menahan diri ini, bikin gue merasa beneran pacaran sama om2.
Om2 yg baru kenal jadi malu2.

Setelah ngobrol n pengakuan panjang, dia dengan manis hanya mengecup kening gue, terus kembali ke kamarnya.
That’s it!

Apa yg gue harapkan sebenernya?!

Hari2 berikutnya dia masih setia mengantar jemput.
Hari biasa kami ga kencan.

Tiap lunch ada nyokap, dinner malah sama semua anggota keluarga gue.
Saat makan berdua hanya breakfast, itupun buru2 karena tiap pagi gue mepet ke sekolahnya.

Kerjaan Ivan jadi banyak, Sabtu n Minggu kadang dia perlu ketemu orang.
Tapi dia selalu sedia waktu Sabtu n Minggu utk makan siang di luar bersama gue n nyokap.
Gue setuju soalnya saat ini nyokap perlu support dari semua orang.

Sehabis ngedrop nyokap gue di rumah, gue n Ivan biasanya balik ke rumah.
Terus dia pergi lagi utk ketemu orang.

Akhir pekan gue kebanyakan diisi ngegame sama Rex n Ron.
Atau keluar bareng mereka utk lanjut dinner ma keluarga gue.

Ivan jarang bisa dinner sama2 gue lagi sejak Om Adi memutuskan ‘pensiun’.

Malam klo dia pulang, dia hanya mampir n dengan sopan say goodnight.
Paling cium pipi atau kening gue.
Aktivitas kami sangat polos.

Seakan Ivan yg dulu melakukan ‘gituan’, orang yg berbeda.

Berminggu2 sesudah malam panjang itu, akhirnya dia sadar juga.

“Yaya sabar ya. Beberapa minggu ini gue masih harus nemuin orang2 utk proses mindahin kerjaan dari bokap ke gue.”
Seakan tau arti tatapan gue saat gue melihat dia yg bersiap2 utk pergi lagi.

“Ga apa.”
Mulut gue bicara sendiri, hati gue sih ga sepakat.

Ivan mengelus kepala gue, mencium kening gue sebelum pergi.

Tau2 dia berhenti, balik badan.

“Yaya, nanti malam habis dinner di rumah Mami, mau pergi ke tempat baru?”
“Apaan?”
“Yaya kan uda 17thn, bole pergi asal jangan jauh2 dari gue.”
“Ke mana?”
“Ke acara teman, nanti pake kemeja dobel baju hangat.”
Gue ngangguk.
Ivan tampak puas n mencium pipi gue.

Malam itu Ivan jemput gue di rumah nyokap.

Kita pergi ke sebuah club malam.
Di sana kami ketemu seorang om2 seangkatan Ivan.
Agak gempal, tapi tinggi, hampir setinggi Ivan.
“Tadinya gue pikir bakal ditolak lagi, ini uda 3 bulan lebih loe ga mau ikutan!”
Orang itu ga jelek, tapi suaranya keras banget sampe ngalahin musik, membuat semua orang langsung melihat ke arah kami.
“Pelan dikit klo ngomong. Jangan nakutin orang.”
Ivan mencoba menegurnya.

“Hahaha! Sorry! Sorry!”
“Oh! Ini ya?! Adik kecil siapa namanya?”
Orang itu tau2 ngeliatin gue.

“Sok ga tau, loe uda tau namanya.”
“Yaya, om berisik ini Jones, jomblo ngenes.”
Ivan dengan menyakinkan memperkenalkan temannya.

“Hei! Nama gue Jose! Enak aja merusak kesan pertama gue depan Yaya!”
Orang yg mengaku namanya Jose ternyata tau nama gue.

Karena suaranya sangat keras, beberapa orang jadi merhatiin n nyamperin kita.
“Beneran ternyata Ivan, hei Bro, ke mana aja loe?!”
“Van, loe bawa Yaya, duh emang uda cukup umur?!”
“Van, ini Yaya?! Minum dong hari ini!”
Ada sekitar 3 orang lagi yg mendekat n sepertinya tau soal gue.

“Iya. Jangan nakutin Yaya, ok?”
“Ini pertama dia ke tempat beginian, uda cukup umur 17thn.”
Ivan tampak senang bertemu teman2nya.

Gue jadi kenalan.
Martin, Hayden, Cedric ini semua teman seangkatan Ivan.
Ada yg kenal dari esde, ada yg baru kenal dari kuliah.
Martin n Hayden agak kurus, tapi tinggi.
Muka Martin biasa saja, berkacamata agak tebal, sedangkan Hayden lebih ganteng.
Cedric juga lumayan ganteng, badannya atletis, tapi ga setinggi yg lain, meski tetep dia lumayan tinggi daripada gue.

Dibandingkan semuanya, di mata gue, Ivan selalu yg paling ganteng hohoho!

Dari perbincangan tukar kabarnya, sepertinya mereka semua anak2 orang berada, pergaulannya, sekolah n teman2nya berada dalam lingkaran yg setara.
Semuanya tampak dekat karena mereka sepertinya dalam tingkat yg sama, generasi ketiga.

Keempat temannya ini masih belum dipercaya penuh mengelola usaha keluarga jadi lebih punya banyak waktu bersenang2.

Ivan mungkin yg terlalu cepat meneruskan usaha keluarga bokapnya.

Teman2 Ivan sangat senang dengan kehadiran gue.
Sepertinya mereka sudah tau soal hubungan gue sama Ivan n menganggap gue seperti atraksi baru.

Martin n Cedric masing2 mengandeng seorang cewe.
Tapi ga diperkenalkan.
Gue ga tau apa itu benar cewenya atau teman saja.
Yg pasti hanya Ivan yg merangkul pinggang gue secara terbuka. Teman2nya sepertinya uda tau soal hubungan gue n Ivan.

Setelah ngobrol2, mereka mulai pesan minuman.

“Van, loe pokoknya harus minum! Minum! Minum! Minum!”
Ivan dicekokin temen2nya.
“Eh, jangan banyak2…” gue sih ga ngerti banyak segimana, tapi gue khawatir.
“Tenang Yaya, Ivan itu kuat minum! Hahaha! Minum! Minum!” suara Jose mengelegar.

Ga tau berapa gelas yg ditegak, diselingin tawa n candaan.
Gue sibuk ngemilin snack n ngabisin jus jeruk gue.

Sampe akhirnya…

“Sudah!”
Ivan menolak.
“Gue harus antar Yaya pulang, ga bole mabuk.”
Muka Ivan agak bersemu merah, tapi untungnya dia keliatan masih sadar.
Gue merasa lega.

“Gue mau ajak Yaya ke area sana.”
Ivan menunjuk orang2 yg sedang dance.

“Eh gue ga bisa.”
Gue kan ga pernah dance2 gitu. Duh!

“Ayo, nanti ikut gue aja.”
Ivan tersenyum n menarik gue berdiri, menuju lantai dansa.

Dia merangkul pinggang gue, sedangkan tangan gue ditaruh di bahunya.
Kami semi berpelukan mengikuti lagunya yg melambat.
Orang2 di sekitar melakukan hal yg sama.

Napas Ivan mendekat ke telinga gue.
“Yaya, bole kiss?”
Belum gue jawab.
Bibirnya menghampiri bibir gue.

Kami berciuman!
Lidah Ivan yg hangat mencoba membuka mulut gue.
Gue masih terkejut utk perkembangan semacam ini, segera membukanya.

Lidah kami bertemu setelah lebih dari 3 bulan berpisah.
Gue merasakan lagi sensasi ciuman yg sudah lama hilang.

Tangan Ivan perlahan membelai2 pinggang gue kemudian mendekatkan bagian bawah tubuh kami.
Di balik kain celana kami, ada gairah yg perlahan bangkit, seiring irama, bergesekan terus menerus.

Sampai lagu berakhir, kami masih berciuman.
Gue sangat menikmati permainan bibir n lidah kami, ga sadar klo uda kelamaan.

Kami baru sadar saat lagunya berubah tiba2 jadi cepat.
Ivan melepaskan bibir gue dengan terpaksa.

“Yaya, pulang yuk…” bisik Ivan dengan suara serak yg sangat seksi.
Gue hanya bisa ngangguk.
Gue melirik gundukan di celana gue masih mending dibandingkan punya Ivan yg tampak jelas, sungguh sulit disembunyikan.

Ivan menarik tangan gue menuju meja tempat teman2nya kumpul.

Martin n Cedric lagi mojok sama cewe masing2, ga berani gue liatin, takut gue melihat yg ga seharusnya gue lihat!

Sementara Jordan n Hayden lagi ngobrol sama seorang cowo yg duduk di antara mereka.
Rasanya tadi gue ga lihat, jadi gue belum kenal.

“Bro, gue balik! Nanti info bill ke gue.”
Ivan pamitan n mau balik badan.

Tiba2 ada suara cowo yg baru gue denger.
“Van, loe datang?!”

Gue melihat cowo itu dengan lebih jelas setelah dia berdiri.
Itu cowo yg tadi ngobrol di antara Jose n Hayden.

Dibandingin temen2 Ivan, badannya ga besar, langsing, agak pendek, sepantaran gue.
Yg menarik, mukanya cakep, tipe cowo manis.

“Gue kira si Jose bohong. Ternyata beneran!”
Suaranya juga manis, enak didengar.

Matanya yg indah melihat ke gue.
Dia keliatan agak kaget, tapi cepat kembali normal.
“Ini?”

Nada Ivan tiba2 jadi serius.
“Ini Ilya.”
Baru kali ini gue diperkenalkan serius begini.

“Oh hai, Ilya. Nama gue Casey.”
Cowo cakep itu tersenyum manis ngeliat gue.

“Ok, gue pulang. Ayo Yaya.”
Ivan ga mau melihat dia n segera menarik gue keluar dari club.
Gue yg dituntun Ivan, sempat melihat ke arah Casey.
Casey menatap punggung Ivan.
Senyumnya memudar, dia kelihatan sedih.

Kemudian Casey melihat ke arah gue, pas mata kami bertemu, dia buang muka!

Eh?! Apa PERASAAN GUE DOANG?!

Tags: read novel Hate-To-Love (Mxb 21+) Chapter 15 : Friends, novel Hate-To-Love (Mxb 21+) Chapter 15 : Friends, read Hate-To-Love (Mxb 21+) Chapter 15 : Friends online, Hate-To-Love (Mxb 21+) Chapter 15 : Friends chapter, Hate-To-Love (Mxb 21+) Chapter 15 : Friends high quality, Hate-To-Love (Mxb 21+) Chapter 15 : Friends light novel, ,

Comment

Leave a Reply

Chapter 15