Sejak malam pertama kami, Ivan jadi nempel banget ma gue.
Di depan nyokap n kakak2 gue, dia bahkan sudah berani merangkul.
Untungnya di muka umum, dia masih tetap menjaga sopan santun.
Hanya kedipan nakal n tatapan matanya yg seakan menelanjangin gue, membuat muka gue merah!
Si om yg malu2 kucing, hilang tak berbekas.
Tiap gue berpisah sama dia, kita selalu berciuman dengan intens, sampe gue terengah2, baru dia puas.
Gue sih ga komplen karena gue menikmati juga.
Hanya, gue memerlukan stamina extra utk mengimbangi Ivan dalam melakukan ‘itu’…
Lelah rasanya…
Meski gue juga enak…
Uhuk!
Saat libur, gue sebenernya pengen ngegame di kamar, tapi gue tahan Ivan utk beraktivitas di luar.
Please gue uda beberapa kali mengalami ‘itu’ setiap di kamar gue.
Nakalnya Ivan klo lagi berdua, suka mencuri2 kesempatan.
Meski gue uda mengupayakan acara di luar, tangan nakalnya ga henti2nya membuat pertahanan gue hampir selalu ambruk.
Kita memutuskan nonton di luar.
Kedua kalinya kami kencan di bioskop.
Hanya kali ini gue berhasil membujuknya bawa teman.
Mau siapa kek, jadi acara kencan ini jadi acara yg bersih n sehat.
Harapan gue…
Jose datang duluan diikuti Hayden.
Mereka bilang Martin ga bisa datang, Cedric akan menyusul.
Kami memutuskan utk ngemil dulu di resto dekat bioskop, sambil rembukan mau nonton genre apa.
Akhirnya diputuskan komedi saja.
Pas gue lagi makan kentang gue, Cedric datang sama seorang cewe yg beda dengan yg waktu itu dia gandeng di club malam.
Diikuti cowo yg buang muka ma gue, Casey.
Gue melihat ke arah Ivan.
Dia sepertinya sadar ada Casey.
Meski tadinya dia ketawa2 sama Jose, ga lama dia terdiam.
“Hai, kalian sudah nunggu lama?”
Suara Casey yg indah menyapa kami semua.
Teman2 Ivan tampak biasa saja dengan kehadiran Casey.
Mereka kayaknya uda cukup mengenal Casey n Casey ini pandai bersosialisasi.
Dia bahkan bisa ngobrol dengan cewenya Cedric.
Hanya, dia ga melihat ke gue.
Dia ngajak bicara Ivan n ditanggapin Ivan seperlunya.
Tangan Ivan bahkan merangkul gue, kadang dia menaruh dagunya di bahu gue.
Manja n nempel2.
Gue pikir Casey juga bisa lihat lengketnya Ivan ma gue.
Tidak ada ekspresi yg bisa gue baca, gue lanjut aja ngemilin kentang gue.
Kami booking 7 tiket.
Ivan yg menempel ke gue, menggandeng tangan gue selama menunggu masuk, sambil bercanda dengan teman2nya.
Casey sepertinya bisa ikut nimbrung.
Lama kelamaan suasana mencair.
Ivan uda ga sedingin waktu bertemu tadi.
Mata Casey yg indah tampak berbinar2.
Tapi, Casey ini ga melihat ke gue sama sekali.
Mungkin perasaan gue aja…
Gue cuekin aja…seengganya teman2 Ivan yg lain masih menganggap gue ada.
Ivan menaruh gue di pojok, biar ga kedinginan katanya.
Emang ngefek?
Gue ga mau berdebat jadi gue nurut aja.
Ivan di sebelah gue.
Harusnya di sebelah dia Jose.
Entah kenapa jadi Casey yg duduk sana.
Casey bisik2 ke telinga Ivan n muka Ivan jadi bingung, dia menatap gue n meremas tangan gue.
“Jose mau di lorong, jadi Casey tukeran ma dia.”
“Oh ok.”
Gue menghargai dia menjelaskannya ke gue.
Ga lama film dimulai.
Ruangan bioskop menjadi gelap.
Tangan Ivan selalu memegang tangan gue.
Gue bisa merasakan jari2nya membelai punggung tangan gue.
Gue memutuskan utk menikmati tontonan saja.
Filmnya memang film komedi, tapi ada sisi seram2nya juga. Semi horror. Banyak jumpscare.
Gue sih biasa aja, tiap ada yg kaget2, gue emang kaget, tapi ya gue menikmatinya.
Hanya, gue denger tangisan.
Gue menoleh ke Ivan.
Muka Ivan menatap ke depan n sesekali berbisik ke arah Casey.
Ternyata Casey sedang menempel ke bahu Ivan.
Dia nangis ketakutan.
Gue bisa melihat jari2nya yg lentik memutih memegangi bahu Ivan.
Tangan Ivan yg satu lagi menepuk2 kepalanya.
Gue merasa ada perasaan aneh.
Gue kok sebel…
Kok kesel…
Gue tau Casey mungkin bener2 ketakutan n itu ga bisa dihindarin, Ivan berbaik hati mencoba menenangkannya.
Ga ada yg salah.
Kecuali ada rasa yg lebih di tindakan yg normal dilakukan ini.
Gue mau tegur, tapi mending gue tahan sampai nanti bisa berdua dengan Ivan saja.
Gue lanjut menonton.
Sampai film selesai n lampu menyala kembali.
Gue melirik ke arah Casey.
Matanya yg cantik, sembab.
Cuman bukan jadi aneh kayak klo gue nangis.
Ini malah keliatan sendu, menggelitik jiwa satria utk menolong makhluk manis yg sedang merana…
Apa sih?!
Gue cuman merasa kesal…
Tangan Ivan masih menggandeng gue.
Hanya dia masih berbisik2 dengan Casey.
Casey juga masih nemplok aja sama Ivan.
Gue goyangin tangan Ivan.
Ivan teralihkan ke gue.
“Yaya, ini Casey mau ikut pulang, apa bole?”
“Jose n yg lain masih mau jalan abis dari sini sedangkan kita kan langsung pulang.”
Masa gue lantang bilang ga bole.
Alasannya masih masuk akal.
Ivan ada acara makan malam di luar jadi dia ga bisa lama2 di sini.
Gue uda janjian ngegame sama Rex n Ron.
Jadi ya sudahlah pikir gue.
“Ok, gue ga apa.”
Untungnya si Casey ini akhirnya melepaskan cengkramannya saat kita berdiri utk keluar bioskop.
Ivan tetap menggandeng gue, sementara dia jalan di sebelah Ivan.
Ok, mungkin gue tadi mikir kejauhan.
Gue n Casey mampir ke toilet dulu.
Ivan nunggu di depan.
Waktu gue cuci tangan di depan wastafel.
Casey datang ke sebelah gue.
“Um…thank you bole ikut nebeng.”
Itu kalimat pertama dia sama gue.
“Oh ga apa, kan sekalian.”
Gue agak kaget, tapi sempet balas.
Casey tersenyum.
Mungkin orang ini ga seperti yg gue bayangin.
Abis itu kami ga bicara apa2 keluar menemui Ivan.
Setelah say goodbye sama teman2 Ivan yg lain, kami menuju mobil.
Ivan masih ngegandeng tangan gue.
Hanya Ivan mulai tampak rileks dengan Casey, mereka sekarang sudah bisa bercanda.
Gue duduk di depan dengan Ivan.
Casey di belakang.
Mereka ngobrol soal masa lalu.
“Kalian kenal di mana?”
Gue mencoba ikut nimbrung nanya.
“Casey ini awalnya teman adik Jose. Gue kenal waktu loe naik kelas 10 klo ga salah?”
Yg diiyakan oleh Casey.
“Dia teman seangkatan adiknya Jose.”
“Mungkin umur kalian beda ga jauh. Umur loe berapa?”
“Ga juga, gue 23, tahun kemarin gue uda lulus.”
Casey ternyata lebih tua 6tahun dari gue, tapi mukanya masih cocok jadi temen sekelas gue.
Mereka kenalan 6 tahun kemarin.
Waktu itu Ivan masih kuliah, bertemu Casey yg main ke rumah adik Jose.
Mereka rutin bertemu, jadi merasa nyambung, Casey juga biasa bertemu dengan Jose n lainnya.
Lingkaran pertemanan mereka jadi sama.
Dari cerita Ivan di mobil kemarin ini, Ivan pernah bilang Casey bisa dibilang mantan.
Jadi gue pikir pertemanan mereka sempat berubah n merenggang.
Gue ga mau mengorek luka lama, jadi sepanjang keduanya ga menyinggung apa2, gue ga akan kepo.
Kami sampai ke sebuah rumah yg cukup besar n indah.
Sedikit lebih kecil daripada rumah Ivan, tapi gue perkirakan Casey ini dari keluarga berada juga.
“Thank you untuk tumpangannya.”
Saat turun, Casey say goodbye n senyum ke gue.
Casey ini emang manis banget.
Ga heran dulu Ivan sempat dengan dia.
“Van, nanti gue kontak loe soal kerjaan itu.”
Ivan hanya mengangguk.
Setelah Casey masuk, gue n Ivan melanjutkan perjalanan ke rumah.
Lokasi rumah Casey n Ivan ga terlalu jauh.
Di jalan gue n Ivan diam ga bicara banyak sampai kami tiba di rumah.
Ivan segera bersiap2 utk acara makan malam, gue bersiap2 mau mandi sore.
Hanya sebelum mandi, Ivan sempet me’nangkap’ gue, melakukan ‘itu’ n ‘itu’ sehingga kami harus mandi sama2.
Dia berangkat dengan hati gembira.
Gue agak pegel, tapi toh acara gue malam ini hanya ngegame.
Kayaknya ga ada jalan kembali utk karnivora itu, dia harus makan ‘daging’ secara rutin…
Malam itu, gue tidur cepat.
Gue ga tau jam berapa Ivan pulang.
Hanya keesokan harinya Minggu, gue yg berencana ke nyokap, menemukan Ivan masih tidur.
Kata Pak Otto yg antar Ivan jam9an malam, Ivan ada pergi lagi, tapi nyetir sendiri.
Setelah breakfast, gue memutuskan utk cek kondisi Ivan.
Gue ketok. Tapi ga ada balasan.
Gue coba buka, bisa, untung ga dikunci.
Ivan tampak tidur nyenyak sekali.
Hanya sebagian kepala yg terlihat, sisanya di bawah selimut.
Gordennya ditutup cukup rapat jadi suasana kamar cocok utk istirahat.
Di atas nakas, ada HP yg berkedip2.
Ada yg telepon.
Gue samperin.
CASEY?
Comment