Selama masa ujian gue pulang lebih cepat.
Hari ini jam 10an gue sama Rex n Ron uda keluar kelas.
“Gue ga tau lagi deh! Tadi gue uda pake bahasa kalbu buat jawablah!” Rex meracau.
“Mending loe sempet nulis, gue ga sempet isi bagian jawablah. Uda tinggal 5 menit, bolpen gue macet. Ini sabotase! Pasti ada yg ngebajak bolpen gue!” Ron mengikuti.
Muka Rex n Ron kusut selesai ujian Bahasa.
Gue tadi lumayan tenang ngerjainnya.
Apa yg gue pelajari kemarin ternyata keluar hari ini.
Biasanya gue seperti Rex n Ron hopeless, hanya biasa gue lebih diam merana dalam hati.
“Ya, loe gimana?”
Muka Ron yg kuyu tiba2 nongol di depan gue.
“Ah…ya gue…begitulah…”
Mata gue menghindari tatapannya.
Gue kan harus setia kawan ya.
Gue ga bole menjatuhkan mental mereka yg sudah jatuh.
Abis itu gue diam n ga berani menatap matanya.
Diamnya gue sekarang lebih bermakna rendah hati daripada merana.
Maaf ya teman2.
“Ah nilai kita bertiga sih uda pasti merah merona kayak pipi si Anna.”
“Btw, si Anna pinter banget. Tadi dia selesai pertama. Kok bisa orang pinter begitu.”
Ron mulai ngomongin Anna lagi, Anna lagi.
“Klo di kelas gue, yg duluan biasa, si Alfred.”
“Klo Anna n Alfred punya anak, kayaknya anaknya lahir langsung bisa nyanyi. Hahaha!”
Rex ga suka sama Alfred karena siapa sih yg suka sama anak tetangga yg serba bisa, yg sering dijadikan patokan perbandingan para nyokap dalam marahin anaknya.
Cuman dia blunder bawa2 Anna, jadi Ron ga terima.
“Anna mana mau ma Alfred. Manusia kok isinya otak aja, ga punya daging.”
Gue yg cool ini banyakan ikutan ketawa aja klo Rex n Ron bercandaan begini.
Gue merhatiin di gerbang keluar ada beberapa anak cewe yg lagi ngumpul.
Ada yg nunjuk2 keluar gerbang n cekikikan.
Rex tiba2 diem.
Gue paham.
Ada cewe yg dia taksir di kerumunan. Sonia.
Gue n Ron sekelas.
Rex di kelas sebelah.
Tahun ini musim semi datang kepadanya.
Di kelas 10 ini, lumayan banyak anak2 baru n dia naksir satu cewe anak baru bernama Sonia, yg saat ini lagi cekikikan bareng temen2nya.
“Ya, loe sadar ga, si Anna kayaknya suka sama loe.”
“Di kelas, satu2nya cowo yg diajak omong cuman loe doang.”
Ron masih ga sadar Rex tiba2 diem karena ada Sonia, malah ngajak ngomong gue.
“Ah perasaan aja itu.”
“Loe yg naksir dia, dikit2 Anna begini, Anna begitu, muji2 Anna mulu.”
Gue tau Ron naksir Anna dari kelas 8.
Uda 2 tahun berlalu, tapi dia masih ga mau ngaku.
Sayangnya Anna ini cewe pemalu berbadan mungil, dia takut sama cowo2, apalagi Ron yg badannya besar. Banget.
Di kelas, gue termasuk cowo yg paling kecil n keliatan ga seberbahaya seperti cowo2 lainnya.
Peri di antara dinosaurus gitu loh!
Huh…
Kelelakian gue sebenernya dipertanyakan…
“Uda kalian jangan ngomongin cewe terus. Ga berbobot.”
Suara Rex yg menggema terdengar dewasa sekali.
Dia mencoba caper sama Sonia dengan mengorbankan teman2nya yg ga berbobot.
“Hai, Sonia. Belum pulang?”
“Hei Rex, belum nih.”
Sonia ini tinggi, dia sebenernya serasi dengan Rex, sama2 tipe sporty.
Anaknya juga supel jadi Rex bisa gampang akrab.
Masalahnya, anak supel emang gampang dekat sama siapa saja, cuman belum tentu yg dirasa dekat artinya spesial.
“Eh Rex, loe liat org di depan itu?”
Sonia menunjuk sesosok manusia yg familiar banget buat gue.
“…” gue bingung, tumben dia turun.
Biasa dia nunggu di mobil aja.
“…kayak Ivan ya…” mata Rex minus, tapi menolak pake kacamata jadi deh…
“Bener itu Om loe!” Ron, si telat sadar, jerit.
Kerumunan cewe2 yg denger jadi pada deketin kita.
“Eh loe tau dia siapa?” cewe pertama nanya ke Rex.
“Omnya Ilya?” cewe kedua nanya ke Ron.
“Masih muda gitu…” cewe ketiga ngomong sendiri.
“Ilya, om loe ganteng banget!” kata Sonia ke gue sambil ngeliatin Ivan.
“Oh…iya itu om gue…anak teman baik bokap…” gue terpaksa konferensi pers depan cewe2.
Sebenernya gue merasa jengah, mau cepat2 angkat kaki bawa Ivan pergi dari pandangan temen2 gue.
“Kenalin dong, Ya!”
Sonia yg paling vokal di antara cewe2 menatap gue penuh harap.
“…sepertinya bukan ide bagus…” Rex mulai ngedumel.
Gue jadi ga enak, Sonia malah mau kenalan ma Ivan di depan Rex.
Ivan masih sibuk megangin HP sambil berdiri senderan di dekat gerbang.
Dia pake baju kantor formal warna monochrome.
Ivan emang keliatan ganteng banget, sampe uda kayak model iklan yg lagi pemotretan.
Gue samperin dia, beserta beberapa cewe yg me’maksa’.
“Van…”
“Yaya!” begitu liat gue, seketika matanya berbinar2.
Kemudian dia liat ada teman2 gue, mukanya agak bingung.
“Yaya mau ke mana rame2 begini?”
“Ini…mmm…temen2 gue mau kenalan.”
Gue serba salah, gue segan ngenalin, tapi gue pribadi bingung kenapa gue harus segan.
Jadi gue pikir ya sudah dikenalin aja, toh emang temen2 gue.
Ga ada salahnya Ivan kenal.
Seketika raut wajah Ivan sepertinya berubah jadi lebih dingin, tapi dia masih tersenyum n mau ajak bicara.
“Oh ya. Siapa aja ini?”
“Saya Sonia.”
Sonia ini paling agresif, dia segera mengulurkan tangannya yg Ivan sambut dengan sopan.
Kemudian beberapa cewe lain juga menyusul berkenalan dengan Ivan.
Mereka bertanya2 soal Ivan.
“Gue bisa dibilang kakaknya Yaya, tapi ga tau ke depan seperti apa.”
Mata Ivan melirik gue sambil tersenyum penuh arti.
Ivan termasuk pandai bersosialisasi.
Dia bisa ngajak ngobrol org2 yg baru dia temui n dengan cepat menjadi berkesan akrab.
Sonia n teman2nya mencoba minta kontak Ivan, tapi Ivan berhasil berkelit dengan bilang dia ga mau diduga godain anak2 bawah umur.
Setelah itu, dia masih bisa bercanda dengan anak2 cewe itu.
Gue terdiam, melirik ke Rex yg mukanya uda ga keruan n Ron yg menatap Ivan dengan kagum.
Gue ngerti Rex cemburu liat cewe yg ditaksir malah ngedeketin cowo laen, tapi Ron, apa dia merasa Ivan seperti sumber inspirasi?
Ga lama gerombolan bubar.
Gue pisah sama Rex n Ron.
Gue n Ivan jalan menuju tempat parkir.
Kami masih terdiam.
“Yaya!”
Tiba2 dari belakang ada yg manggil gue.
Ternyata itu Anna.
“Ya, untung kamu belum pulang. Ini gue ada soal latihan utk ujian besok. Siapa tau bisa berguna.”
Anna mengeluarkan beberapa lembar catatan.
“Oh thank you, Anna.”
Gue segera menerima niat baiknya.
“Ok. Eh ini?”
Anna baru sadar gue sama seseorang yg dia ga kenal.
“Oh ini kakak gue, anak temen bokap, Ivan.
Ivan, kenalin ini Anna.”
Mereka bersalaman.
“Halo…nama sy Anna.”
Anna tersenyum malu2, tapi masih mencuri2 pandang ke arah Ivan.
“Sudah?”
Ivan tersenyum menatap Anna, tapi ada yg aneh dengan nadanya.
“Oh…oh ya sudah!”
Anna terlihat salah tingkah.
“Sampe besok ya, Yaya.”
Anna perlahan pergi meninggalkan kami berdua.
“Ok sampe besok.”
Kami melanjutkan perjalanan ke tempat parkir mobil.
Ivan hanya menyalakan AC, kami duduk sejenak dalam keheningan di dalam mobil.
“Gue ga mau kenalan, tapi klo itu yg Yaya mau ya gue ikutin.”
“Sorry, Van, gue serba salah.”
Gue buru2 menerangkan.
“Gue sadar kita sedang dalam hubungan yg belum dipastikan.”
“Itu emang temen2 seangkatan gue, terlepas dari apapun niatan mereka.”
“Gue hanya bingung menjelaskannya ke mereka karena gue ga deket sama mereka.”
Ivan terdiam, tapi ga lama mengangguk bisa menerima penjelasan gue.
“Lalu, anak yg barusan ngejar Yaya, apa hubungan Yaya sama dia?”
“Anna? Ga ada apa2!”
“Dia pemalu, jadi suka segan ma cowo.”
“Gue dianggap kurang cowo jadi dianggap teman sama dia.”
“Lagian Ron suka dia, gue ga mungkin suka Anna.”
Gue ga ngerti kenapa gue terkesan mati2an memastikan ga ada apa2 di antara gue n Anna.
Tapi gue lega penjelasan gue berhasil bikin Ivan tersenyum.
Ini Ivan yg gue kenal.
Ini Ivan yg gue su-su…apa sih!
Ya pokoknya gue lega kita baik2 saja.
“Jadi…Yaya ga pengen gue deket cewe2 itu, Yaya ga pengen gue cemburu soal Anna, n Yaya mencoba membuat gue tenang ya.”
Ivan tersenyum lebar.
Muka gue merah banget!
Tapi itu emang kenyataannya…
Gue hanya bisa menunduk.
“Klo uda tau, kenapa harus diomongin di depan orangnya?”
Tangan Ivan terjulur memegang dagu gue.
Mukanya mendekat, bibirnya menempel ke bibir gue.
Terus dia bilang perlahan.
“Karena gue suka.”
Apa bener perlu waktu seminggu?
INI BARU SEHARI!!!
Comment