Note :
Harap diperhatikan chapter ini ada adegan dewasa, baca dengan konsekuensi ditanggung sendiri.
Setiap sore, gue mengikuti bimbel Ivan.
Kombinasi uda pas sebetulnya, dia sabar n gue jadi suka belajar.
Hanya musuh gue si matematika, sangat tangguh!
Gue nangis lagi…
Padahal Ivan uda sabar banget ngulangnya buat gue…
Maaf…
Gue yg ga sanggup…
Yah hidup ga ada yg sempurna.
Ga mungkin semua berjalan mulus.
Tapi ujian kali ini, sisanya berlangsung lancar.
Utk pertama kalinya, gue optimis nilai gue ga bakal malu2in.
Gue menjelma jadi cool smart boy.
Hmm…smart…bole juga.
Perjuangan gue berakhir di hari Jumat, hari terakhir ujian.
Utk perayaan, Ivan mau bawa gue makan enak.
Rex n Ron juga ikutan, kita party setelah ujian. Yay!
Kami pergi ke sebuah resto all-u-can-eat.
“Terima kasih Boss Ivan mau traktir kami!” Rex n Ron segera menyatakan rasa terima kasihnya kepada pihak sponsor.
Sementara Rex n Ron bolak balik ngambil makanan, Ivan n gue lebih banyak duduk di meja.
Ivan beralasan nanti dia masih harus kerja jadi ga mau makan terlalu kenyang, takut ngantuk.
Gue jadi kebagian ngabisin yg dia ambil.
Sebanyak2nya gue makan, ga bisa menandingi kapasitas cowo2 besar macam Ivan, Rex, Ron.
Tetep aja gue kekenyangan.
Ivan ngedrop Rex n Ron di MRT.
Di mobil yg hening, gue terkantuk2 ditiup AC yg dingin.
Gue molor.
Badan gue serasa diayun2 sampai terjatuh ke tumpukan kapas yg dingin n empuk.
Tapi ga lama, gue ketimpaan sesuatu yg berat.
Uhh…lepasin!
Gue bergerak2 menjauh.
Eh masih keras kepala!
Ini apa narik2 telinga gue!
Lepasin ga?!
Waktu gue buka mata.
Gue merasakan gigitan kecil n ciuman2 di telinga gue.
Ivan sedang menimpa gue di atas ranjang kamar gue.
Dia lagi menikmati daun telinga gue.
Karena gue mencoba menoleh, Ivan jadi tau gue bangun.
“Oh sorry Yaya jadi bangun. Yuk tidur lagi,” bisik Ivan ke telinga gue dengan mesra.
Gue segera meronta.
“Ivannn! Ga-ga bole!”
Gue kesal!
“Ini ga fair, loe maksa gue dalam keadaan ga sadar!”
Gue manyun semanyun2nya.
Ivan melihat gue n terdiam.
“Sorry Yaya, seharusnya gue nunggu loe bangun.”
Nadanya serius.
Tapi, artinya, ada yg salah deh!
Gue masih kesal.
Sedangkan Ivan tersenyum manis sekali.
“Sekarang kan Yaya uda bangun.”
“Mari kita lakukan.”
Eh? Tuh kan!
Tangannya yg besar memegang kedua pergelangan tangan gue n menekannya di atas kepala gue.
Mukanya mendekat, bibirnya melumat bibir gue.
Di sela2 ciuman kami.
“Yaya…Yaya punya gue…”
“Hmm…gue pengen nyobain Yaya…”
“Uh…uh…”
Setelah beberapa kali berciuman dengan Ivan, gue jadi mulai menikmati aktivitas yg satu ini.
Ivan terampil memainkan lidahnya.
Gue cukup mengikutinya.
Tangan Ivan pelan2 membuka kemeja sekolah gue.
Lalu, menurunkan celana panjang gue, sehingga gue terbaring hanya mengenakan celana dalam saja.
Perlahan ciumannya turun dari mulut gue, menelusuri dagu, leher, dada gue.
Ivan meninggalkan beberapa jejak pink di sepanjang leher n dada gue.
Mulutnya berkali2 menyedot n sedikit menggigit bulatan kecil di dada sampai berwarna kemerahan.
Sementara mulutnya sibuk di atas, tangannya yg bebas sibuk membelai2 kulit gue, meremas kedua belahan di belakang, menggerayangi tubuh gue.
Seakan ga puas, tangannya mulai menuju ke bagian depan mengusap2 p*nis gue yg berada di balik kain tipis.
P*nis gue yg menegang makin membengkak.
Sungguh ga enak.
Dia membantu membebaskannya dari celana tipis gue.
Ivan menatap muka gue, kemudian matanya turun menikmati pemandangan tubuh gue.
Tubuh gue penuh jejak2 kemerahan hasil karyanya terpampang di depan mata.
Dia lalu tersenyum nakal.
Apapun itu, ada sesuatu yg dia rencanakan.
Dia mencium gue sebentar, kemudian lidahnya menelusuri tubuh gue, dari bibir turun ke dagu, leher, dada, perut, sampai tiba2…
Gue merasakan kehangatan di bawah!
Dia mengulum p*nis gue!
Gue bukannya ga tau ada yg namanya oral.
Hanya ini pertama kalinya ada yg melakukannya ke gue.
Gue uda ga bisa mikir.
Sensasi yg gue rasakan ga bisa diuraikan dengan kata2.
Gue sangat menikmatinya.
Ga butuh waktu lama buat Ivan menyedot n menjilatinya.
Gue keluar dengan kekuatan penuh.
Pandangan gue langsung putih.
Gue seakan ada di awang2.
“Yaya selalu manis…”
Suara serak Ivan mengembalikan gue ke bumi.
Bibirnya merah.
Ada sedikit cairan putih di pinggir bibirnya yg ga lama kemudian dia jilat.
J-jilat!
Gue ga perlu tanya itu apa…
Karena gue juga masih terengah2…
“…thank you…”
Itu pertama yg terlintas di benak gue.
Ivan terkekeh.
Muka Ivan mendekat lagi ke gue.
Tangannya menarik satu tangan gue n mendekatkan pada gundukan di celananya.
Gue mengerti.
Gue ga akan pura2 polos.
Dalam posisi berbaring saling berhadapan, perlahan gue buka celananya n nurunin resletingnya.
Dari celana dalamnya, Ivan menarik sesuatu utk gue pegang.
Sebatang benda hangat yg sangat panjang, keras, bertekstur, besar.
Jari gue termasuk panjang, tapi utk memegang melingkari benda itu ternyata ga cukup panjang.
Gue ngintip ke bawah.
Ok, gue emang mungkin kurang pengalaman, tapi itu p*nis terbesar yg pernah gue liat.
“Yaya…”
Panggilan Ivan datang menyadarkan gue.
Gue mengerti jadi gue segera menggerakkan tangan gue.
Atas bawah.
Atas bawah.
Atas bawah.
Baru kali ini gue melihat ekspresi Ivan yg sangat seksi di depan mata gue.
Dia terlihat sangat menikmati setiap belaian gue yg sebenernya ga pengalaman sama sekali.
Matanya menatap mata gue dengan hangat.
Gue seakan bisa merasakan rasa sayangnya meluap utk gue dari pandangan mata ini.
Gue terbuai, sehingga belaian gue semakin intens.
“Yaya mau coba…?”
Seketika gue mau menuruti semua yg diminta mata itu.
Gue mengangguk.
Perlahan dia mendudukkan gue di ranjang.
Sedangkan dia berdiri menghadap gue.
Di depan gue, p*nis yg berdiri tegak menunggu.
Pertama2 gue menjilati ujungnya, menghisapnya pelan2.
Kemudian lidah gue menuju pangkalnya, menelusuri sepanjang batangnya.
Dari bawah ke atas beberapa kali.
Tangan gue kadang mengusap kedua bola di belakangnya mencoba meniru apa yg tadi Ivan lakukan kepada gue.
Kemudian gue memberanikan diri memasukkannya ujungnya ke mulut gue.
Sesak.
Mulut gue termasuk kecil n barang yg dimasukkan besar banget.
Tapi gue berusaha.
Terus menekan. Sampai mentok.
Tarik.
Tekan.
Tarik.
Tekan.
Suara desahan Ivan terdengar di atas gue.
Bayangan Ivan yg menikmatinya membuat gue jadi bersemangat.
Maju…
Mundur…
Maju…
Mundur…
Terus…terus…
Sampai Ivan tiba2 memegang kepala gue.
“Yaya…gue ga tahan…”
Kepala gue ditahan, sementara dia keluar masuk mulut gue dengan kecepatan tinggi, sampe berasa agak kebas di mulut gue yg sempit ini, akhirnya ada kedutan di mulut gue.
Ada semburan rasa yg aneh di lidah.
Gue mencoba menelannya.
Tapi ga bisa semua.
Sebagian keluar melalui sisi2 mulut gue mengalir ke pinggir mulut n dagu gue, menetes ke bawah.
P*nis Ivan perlahan keluar dr mulut gue, sebenarnya masih agak keras.
Tapi dia mendorong gue ke belakang, kemudian menimpa gue yg masih belum sadar betul.
Bunyi napasnya terdengar hangat di telinga gue.
“Yaya…ini enak sekali…”
Kemudian dia mengangkat kepalanya memandang gue dengan matanya yg berbinar2.
Rasa sayang terpancar sangat jelas di sana.
Kami bertatapan cukup lama.
“Yaya…gue suka loe.”
Suara gue yg lirih membalasnya perlahan.
“…Ivan…gue juga…”
Apa sekarang kita resmi?
Tapi ini belum seminggu.
AH SUDAHLAH!!!
Comment